Sejauh ini kaki kita melangkah di atas bumi yang terhampar. Mengarungi samudra kehidupan yang penuh dengan halangan dan rintangan dalam kebahagiaan semu. Seiring perputaran waktu, berapa banyak kita berbuat kebaikan? Kebaikan seperti apa yang dimaksud? Sebenarnya apa yang harus kita lakukan di dunia ini?
Wahai saudaraku! Tahukah kalian bahwa segala sesuatu yang Allah turunkan itulah kenikmatan walau itu sesuatu yang kita benci, karena terdapat pelajaran atau hikmah atas kejadian tersebut. Oleh karena itu, janganlah bersedih karena selalu mendapatkan hal yang tidak disukai, tapi ambillah manfaat dari apa yang didapatkan
Semua kesenangan di dunia ini hanyalah semu yang habis ditelan waktu. Semakin dunia itu dikejar maka rasa dahaga terhadap dunia itu makin menjadi. Dan tidak akan pernah habis nafsu terhadap dunia sampai ruh berpisah dengan raganya.
Islam mempunyai konsep yang lebih sempurna dan jelas tentang tujuan hidup manusia ini. Allah swt berfirman dalam Al Quran “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz Dzariaat [51] : 56).
Ini adalah hal yang paling mendasar dalam konsep Islam tentang tujuan hidup manusia. Tidak lain manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah swt. Sebagai Sang Pencipta maka Allah mempunyai hak yang absolut terhadap hambanya.
Menurut Ibnu Abas dalam tafsir Ibnu Katsir, kalimat “Liya’buduun” dalam ayat tersebut bermakna “ menghinakan diri kepada Allah dan mengagungkan-Nya”. Dengan begitu ibadah disini mempunyai cakupan arti yang luas. Tidak hanya sebatas ibadah yang kita kenal. Yaitu, shalat, zakat, shaum, dan haji. Secara sederhana dapat kita pahami, segala sesuatu yang diniatkan lillahi ta’la dan tidak melanggar syariat maka ia bernilai ibadah, inysa Allah.
Yang sangat menarik di sini ternyata ibadah tidak hanya bekerja secara sepihak. Akan tetapi mempunyai timbal balik bagi manusia itu sendiri. Ibadah bukan hanya semata-mata kewajiban kita sebagai seorang hamba kepada Sang Penciptanya. Ibadah mempunyai efek psikis yang menjadi tujuan hidup dalam kacamata filsafat, yaitu kebahagiaan.
Jika kita benar-benar telah ikhlas dan benar-benar memahami hakikat ibadah itu sendiri. Kita akan merasakan kebahagiaan setiap kali kita selesai menunaikan ibadah. Artinya ibadah apapun itu bukan semata-mata gerak tubuh dalam ritual khusus. Juga bukan semata menunaikan kewajiban. Rasulullah saw bersabda, “Berdirilah Bilal, maka nyamankan kami dengan sholat” (H.R Abu Dawud). Dalam riwayat lain “Wahai Bilal dirikanlah sholat (maksudnya kumandangkanlah adzhan untuk panggilan sholat wajib) nyamankan kami dengannya (dengan shalat).”
Dari hadis tersebut jelas menggambarkan bahwasanya sholat (ibadah) membawa kenyamanan bagi yang menunaikannya. Bahkan ketika ia meniggalkannya maka ia akan merasa sedih. Sebaliknya ketika ia menunaikannya ia akan merasa bahagia. Wallahu a’lam bis showab.